Rosulullah SAW: Suri Teladan dalam Kepribadian dan Kepemimpinan

on Senin, 24 Mei 2010

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi  orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(Q.S. Al-Ahzab: 21)

Sebagai Pribadi Muslim

Sebagai pribadi muslim banyak yang harus kita teladani dari Rosulullah SAW. Rosulullah SAW senantiasa menjaga dan meningkatkan kebersihan, kesehatan, dan keindahan badannya secara islami.  Dalam hubungannya dengan sesama manusia (hablumminannas), Rosulullah SAW senantiasa membiasakan diri dengan ahlakul karimah (ahlak yang terpuji) dan menjauhkan diri dari ahlak-ahlak yang tercela, serta giat beramal sholeh dan berbuat kebajikan yang dapat mamberikan manfaat bagi orang banyak. Begitu tinggi dan mulianya ahlak Rosulullah SAW sampai-sampai Allah SWT-pun memujinya dengan firman-NYA:
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Q.S. Al-Qalam: 4)

Dalam diri Rosulullah SAW terdapat (paling tidak) sepuluh karakter atau ciri khas yang dapat kita teladani sebagai pribadi muslim, yaitu sebagai berikut:

1.    Salimul Aqidah (Akidah yang Bersih)
Salimul Aqidah (akidah yang bersih) merupakan sesuatu yang wajib ada pada pribadi setiap muslim. Dengan akidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu ia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-NYA. Dengan kebersihan dan kemantapan akidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah SWT sebagaimana firman-NYA yang artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, semuanya bagi Allah Tuhan Semesta Alam” (Q.S. Al-Anaam: 162). Karena akidah yang bersih merupakan sesuatu yang penting, maka dalam dakwahnya kepada para sahabat (terutama pada saat di Makkah), Rosulullah SAW mengutamakan pembinaan akidah, iman dan tauhid.

2.    Sahihul Ibadah (Ibadah yang Benar)
Shahihul ibadah (ibadah yang benar) merupakan salah satu perintah Rosulullah SAW yang penting. Dalam salah satu hadist, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Dalam ungkapan ini maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam melaksanakan setiap ibadah kita haruslah merujuk kepada sunnah Rosulullah SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan (bid’ah).

3.    Matinul Khuluq (Ahlak yang Kokoh)
Matinul Khuluk (ahak yang kokoh) merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah SWT (hablumminallah) maupun dengan sesama mahluk-mahluk-NYA (hablumminannas). Dengan ahlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia maupun di ahirat. Karena begitu pentingnya memilki ahlak yang mulia bagi manusia, maka Rosulullah SAW diutus untuk menyempurnakan ahlak manusia, pun Rosulullah SAW selalu mecontohkan kepada umatnya  tentang ahlak beliau yang teramat agung, sebagaimana diabadikan dalam Al-Quran: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memiliki ahlak yang agung” (Q.S. Al-Qalam: 4).

4.    Qowiyul Jismi (Kekuatan Jasmani)
Qowiyul jismi (kekuatan jasmani) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim harus memiliki daya tahan yang prima, sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat, dan haji merupakan ajaran Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah SWT dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Sebagaiman sabda Rosulullah SAW dalam sebuah hadistnya, yang artinya:  “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah” (H.R. Muslim).

5.    Mutsaqqoful Fikr (Intelek yang Berfikir)
Mutsaqqoful fikr (intelek yang berfikir) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting dalam kehidupan ini. Karena salah satu sifat Rosulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al-Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang mengajak manusia untuk berfikir.  Misalnya saja: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katankanlah: ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan meraka kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-NYA kepadamu supaya kamu berfikir.” (Q.S. Al-Baqorah: 219). Di dalam ajaran islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali kita mulai denagn aktifitas berfikir. Karenanya, sebagai seoarng muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.

6.    Mujahadatul Linafsihi (Berjuang Melawan Hawa Nafsu)
Mujahadatul linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri setiap muslim. Hal ini karena manusia memilki kecenderungan antara yang baik dan yang buruk.  Melaksanakan kebaikan dan meninggakan keburukan merupakan suatu pekerjaan yang teramat sulit dan membutuhkan kesungguhan. Kesungguhan itu aka ada manakala seseorang berjuang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, sebagaiman sabda Rosulullah dalam hadistnya, “ Tidak beriman dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (H.R. Hakim).

7.     Harishun Ala Waqtihi (Pandai Memanfaatkan Waktu)
Harishun ala waqtihi (pandai memanfaatkan waktu) merupakan faktor terpenting dalam melahirkan pribadi-pribadi muslim yang unggul dan berkualitas. Sampai-sampai dalam hal ini, waktu memperoleh perhatian yang teramat besar dari Allah SWt dan Rosulullah SAW. Allah SWT telah banyak bersumpah dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu, di antaranya: wal fajri, wad dhuha, wal ‘ashri, wal laili dan seterusnya. Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam selama sehari-semalam. Dari waktu yang 24 jam tersebut, ada manusia yang beruntung, dalam artian mereka bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan kebaikan dan mengisinya dengan hal-hal yang bernilai ibadah. Namun adapula yang sebaliknya, banyak pula mereka yang rugi dalam memanfaatkan waktu yang 24 jam tersebut. Kebanyakan dari mereka menyia-nyiakan waktu dan menggunakannya untuk hal-hal yang tiada mafaatnya. “Waktu ibarat pedang”, yang bila kita dapat menggunakannya dengan baik, maka ia akan bisa menjadi senjata yang sangat hebat. Namun bila kita tidak dapat dan salah menggunakan waktu, maka ia akan menjadi bumerang yang akan berbalik mengancurkan kita.

8.    Munazhzhamun fi Suunihi (Teratur dalam Suatu Urusan)
Munazhzhamun fi suunihi (teratur dalam suatu urusan) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang berkaitan dengan masalah ubudiyah (ibadah) maupun muamalah (kemasyarakatan) harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah SWT menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9.    Qodirun Alal Kasb (Memiliki Kemampuan Usaha Mandiri)
Qodirun alal kasb (memiliki kemampuan usaha mandiri) merupakan sesuatu hal yang harus ada pada diri setiap muslim. Perjuangan dalam menegakkan Islam akan dapat lebih mudah dilakukan manakala seorang muslim mempunyai kemandirian ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh kaya, dan bahkan memang harus kaya. Agar ia bisa memberikan kontribusi yang lebih besar dan lebih ‘real’ dalam menegakkan dakwah Islam, serta dapat menjalankan syariat Islam secara kaffah. Untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam, sebut saja ibadah haji, umroh, zakat, infaq, shodaqoh, dan sebagainya memang memerlukan ‘financial’ yang tidak sedikit, dan ‘hanya’ bisa dilakukan oleh orang-orang yang secara ekonomi sudah mapan dan berkecukupan. Oleh karena itu perintah mencari nafkah sangat banyak kita jumpai dalam Al-Qur’an  maupun hadits dan hal ini memiliki keutamaan yang amat tinggi.

10.    Nafi’un Lighoirihi (Bermanfaat bagi Orang Lain)
Nafi’un lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain) merupakan sebuah tuntutan Islam bagi setiap muslim. Manfaat yang dimaksud di sini tentu saja manfaat yang baik, sehingga di manapun dia berada, orang di sekitarnya akan merasakan keberadaannya. Jangan sampai keberadaan kita sebagai seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaan kita tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya maksimal untuk bisa mengambil peran yang baik di masyarakatnya. Berkaitan denagn hal ini, Rosulullah SAW bersabda, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (H.R. Bukhori dari Jabir)

Keteladanan Sebagai Pemimpin

    Ada empat karakter seorang pemimpin yang telah dicontohkan Rosulullah SAW kepada kita, yakni sebagai berikut:

1.    Keteladanan dalam berkeyakinan kepada Allah SWT
Apabila seorang pemimpin kurang dekat dengan Allah SWT, maka sikap dan kebijakannyapun kurang terarah dan kurang memberikan kemanfaatan yang banyak bagi para pengikutnya. Seorang pemimpin yang taat kepada Allah SWT, dia akan menjadikan segala kebijakannya berorientasi kepada kemaslahatan umat dan menghindari hal-hal yang kurang bermanfaat dan sia-sia.

2.    Keteladanan dalam Ahlak
Rosulullah dan para sahabat telah mencontohkan, bagaimana ahlak yang baik dan mulia, dalam membawa perubahan menuju kearah yang lebih baik. Dengan ahlak yang baik, hati seseorang dapat tersentuh walaupun pada awalnya ia kurang suka. Seseorang Yahudi buta yang sangat membenci Rosulullah SAW dapat masuk Islam, karena ahlak mulia Beliau (Rosulullah SAW). Tak pernah lupa Beliau selalu menyuapi orang buta itu setiap hari, walaupun Rosulullah sendiri dicaci maki dan dihina setiap hari. Tapi Beliau terus sabar dan iklas, bahkan Rosulullah SAW-pun selalu mengelus punggung orang buta tadi, layaknya kepada anak kecil.

3.    Seorang pemimpin adalah seorang yang harus lebih banyak berkorban dari pada pengikutnya.  Seorang pemimpin harus berani dan iklas mengorbankan apa yang dia miliki, mulai dari mengorbanka waktu, pikiran, dan hartanya untuk kepentingan bersama. Tak hanya sekadar mengarahkan dan meniru, tapi dia bersama-sama pengikutnya melakukan pula pekerjaan yang diperintahkannya. Hamper semua peperangan dalam rangka dakwah Islam  selalu diikuti oleh Rosulullah SAW, bahkan beliau juga sebagai panglima.

4.    Keteladanan sebagai ‘problem solver’
Rosulullah SAW-pun selalu dapat memberikan solusi jika terjadi konflik atau masalah. Beliau bahkan dapat dengan bijak menyikapi dan menyelesaikan perbedaan pendapat yng terjadi di antara pengikutnya. “ Jika pemimpin dapat memberikan keteladanan, Insyaalah perubahahn ke arah yang lebih baik dapat terjadi. Pemipin itu ibarat sumber mata air di hulu. Bila di hulu airnya keruh, maka ke bawahnya akan keru juga. Jika dari sumbernya airnya telah bersih, maka ke bawahnya-pun insyaallah akan bersih juga.

Oleh karena itu, jadilah pemimpin yang dapat memberikan keteladanan bagi lingkungan sekitar. Kita semua adalah pemimpin, maka kita harus dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain, dalam setiap sikap dan tutur kata kita. Mari kita menjadi pribadi muslim yang memilki hati mulia. (berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar